Kalo versi Bahasa Indonesia namanya Pangeran Cilik, lucu gak
sih? Wkwkwk. Buku ini gua dapet dari rekomendasi temen sekantor yang secara
langsung gua pinjem dan gua anggurin selama beberapa lama, maybe several
months, I don’t know exactly. Pengarangnya adalah Antoine de Saint-Exupéry,
yang merupakan seorang penulis sekaligus pilot asal Perancis, yang menurut
google ditulis saat Perang Dunia II around 1941-1943 dalam pengasingannya di
Amerika. Banyak orang kantor yang memang bilang bagus, ga heran karena udah
diterjemahkan dalam 230 bahasa asing dan entah sudah terjual berapa juta copy.
But what makes this book is great? I’ll only find out if I read that book. So,
in the beginning, I don’t get the point, what is the masterpiece thing that
makes this book’s so great? I’m still wondering until I read half of the book.
Cerita ini tentang seorang pilot yang pesawatnya mogok di
Gurun Sahara dan bertemu dengan The Little Prince. Tokoh Aku yang merupakan
seorang pilot menceritakan kisah tentang masa kecil, yang menggambarkan ular
sanca yang sedang mencernakan gajah, tetapi orang dewasa melihatnya sebagai
sebuah topi yang tidak menakutkan. Lalu, orang dewasa bilang untuk meninggalkan
hal semacam itu dan mempelajari ilmu bumi, sejarah, ilmu hitung dan tata bahasa.
Mimpi sebagai pelukis meredup di usia enam tahun dan akhirnya tokoh Aku memilih
untuk menjadi pilot.
Ini baru awal, langsung auto connect sama hal-hal berbau
orang dewasa, yang memang selalu terkesan mendikte kepada anak-anak, mereka
merasa apa yang mereka lakukan adalah benar padahal sebenernya belum tentu
benar, dan mereka cuman melihat dari pandangan kebanyakan orang terus terkesan
ga mentolerir bahwa sebenarnya banyak pandangan lain yang mereka harus lihat. “Orang
dewasa itu merasa senang mengenal seseorang yang begitu berbudi.”
Ada satu lagi kutipan yang gua suka, yang sampai sekarang
masih kepikiran, dan feeling guilty kalau misalnya secara ga langsung bahas ini
dengan orang lain.
“...Grown-ups like numbers.
When you tell them about a new friend, they never ask questions about what
really matters. They never ask: "What does his voice sound like?"
"What games does he like best?" "Does he collect butterflies?"
They ask: "How old is he?" "How many brothers does he
have?" "How much does he weigh?" "How much money does his
father make?" Only then they think they know him. If you tell grown-ups,
"I saw a beautiful red brick house, with geraniums at the windows and
doves on the roof...," they won't be able to imagine such a house. You
have to tell them, "I saw a house worth a hundred thousand francs."
Then they exclaim, "What a pretty house!"(Chapter 4, hal. 20-21)
Tokoh Aku bertemu dengan The Little Prince yang asalnya dari
planet bernama Asteroid B 612. Sebelumnya The Little Prince meninggalkan
planetnya yang kecil berisi gunung berapi dan bunga mawar dengan empat duri
untuk mencari kesibukan dan pengalaman.
Asteroid pertama, bertemu dengan raja, yang meminta dia
untuk menjadi menteri kehakiman sementara tidak ada yang dapat diadili disana,
quote bagusnya, “Jadi kamu akan mengadili dirimu sendiri, itu yang paling
sulit. Mengadili diri sendiri lebih sulit daripada mengadili orang lain. Jika
kamu berhasil, berarti kamu betul-betul orang yang bijaksana.”
Asteroid kedua, bertemu dengan orang sombong, yang merasa
paling tampan, berpakaian paling bagus, paling kaya dan paling pandai di planet
itu, padahal hanya ada dia sendiri di planet itu.
Asteroid ketiga, bertemu dengan pemabuk, yang mabuk untuk
menghilangkan malu kalau dia mabuk.
Asteroid keempat, bertemu dengan pengusaha, yang merasa
memiliki bintang-bintang dengan menghitung jumlahnya dalam secarik kertas
padahal tidak benar-benar memiliki bintang-bintang itu.
Asteroid kelima, bertemu dengan penyulut lentera, yang
melakukan hal yang sama sesuai aturan yang dibuat sendiri, memperhatikan
sesuatu yang lain daripada dirinya sendiri.
Asteroid keenam, bertemu dengan bapak tua yang menulis buku-buku
yang mahatebal, yang fokus pada apa yang dia kerjakan dan terkesan tidak
mempercayai orang lain.
Planet ketujuh, Bumi, bertemu dengan seekor rubah yang minta
untuk dijinakkan,
“I am looking
for friends. What does that mean -- tame?"
"It is an act too often neglected," said the fox.
"It means to establish ties."
"To establish ties?"
"Just that," said the fox. "To me, you are
still nothing more than a little boy who is just like a hundred thousand other
little boys. And I have no need of you. And you, on your part, have no need of
me. To you I am nothing more than a fox like a hundred thousand other foxes.
But if you tame me, then we shall need each other. To me, you will be unique in
all the world. To you, I shall be unique in all the world....”
Dan yang gua
suka lagi, ada kutipan “Bahasa adalah sumber kesalahpahaman” …. I can’t say
anything at all. Momen waktu dia menjinakkan rubah itu jadi berkaca sama orang
yang telah membesarkan kita, alias orang tua, anggaplah kita yang waktu itu
baru lahir adalah anak bayi liar yang belum mengetahui apa-apa dan ditanamkan
dengan satu nilai, dan feeling attached atas nilai itu. Rubah menggambarkan
hidupnya yang menjenuhkan karena berburu ayam dan diburu manusia, dan ingin
dijinakkan untuk setidaknya merasakan perbedaan dan feeling attached to
someone/something.
“All men have stars, but they are not the same
things for different people. For some, who are travelers, the stars are guides.
For others they are no more than little lights in the sky. For others, who are
scholars, they are problems... But all these stars are silent. You-You alone
will have stars as no one else has them... In one of the stars I shall be
living. In one of them I shall be laughing. And so it will be as if all the
stars will be laughing when you look at the sky at night..You, only you, will have
stars that can laugh! And when your sorrow is comforted (time soothes all
sorrows) you will be content that you have known me... You will always be my
friend. You will want to laugh with me. And you will sometimes open your
window, so, for that pleasure... It will be as if, in place of the stars, I had
given you a great number of little bells that knew how to laugh”
Yang inti dari
semua itu bagi gua adalah, kadang kita lupa apakah yang kita lakukan memilik tujuan atau
sebenarnya kita melakukan sesuatu untuk mencari tujuan itu sendiri? Kadang
kita lupa kalau kita tak memiliki makna bagi siapapun bahkan bagi diri kita
sendiri, we’re lost we’re alone we’re nothing. Buku ini bener-bener pas untuk
renungan, dikembangkan dengan sederhana meskipun ada masa dimana gua bosen
banget bacanya karena mungkin lemot alias kurang cepet nangkep atau memang gua
merasa ada part yang boring. Tapi secara keseluruhan, bukunya bagus dan
meaningful. Terus dalam menganggap sesuatu, setiap orang akan berbeda,
tergantung dari pengalaman mereka atas sesuatu itu, menampilkan pandangan
berbeda, sensasi yang beda juga, tapi tetep meaningful.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
Delete